Kepemimpinan Eksekutif
Bagi sebagian orang, topik kepemimpinan mungkin saja agak membosankan. Tapi dunia kerja dan bisnis rupanya senantiasa berdekat-dekatan dengan topik ini.
Kisah heroik produk-produk inovatif yang merajai pasar tidak bisa dilepaskan dari budaya kepemimpinan perusahaannya. Memang, pemimpin adalah seorang nakhoda. Semegah apapun bahtera itu, jika tidak dikomandoi nakhoda handal akan terlunta-lunta di samudra.
Kepemimpinan Ciputra yang bersahaja, Steve Jobs yang kharismatik, atau Warren Buffet yang begitu tenang akan menjadi referensi bagi pelaku bisnis di seantero dunia. Dan penggalian topik mengenai kepemimpinan tidak akan pernah berhenti.
Salah satu pemikiran hebat di ranah ini adalah mengenai kepemimpinan level 5 yang digagas Jim Collins. Ia membuat suatu tingkatan kepemimpinan dan yang terakhir merupakan pemimpin tersukses berdasarkan penelitian panjangnya.
Kepemimpinan Eksekutif adalah Kepemimpinan Tingkat 5
Strata kepemimpinan itu terdiri dari tingkatan-tingkatan: High Capable Individual, Contributing Team Member, Competent Manager, Effective Leader, dan yang terakhir Excecutive.Kepemimpinan Level 5 yang disebut Jim Collins sebagai Excecutive inilah yang akan kita bahas, khususnya pada bagaimana meraih level kepemimpinan tersebut.
Langkah #1: Berpikir Dua Kutub -- Agaknya ada sedikit kesulitan menerapkan sifat-sifat Excecutive ini, terutama bagi mereka yang terbiasa berpikir linear. Menurut Jim Collins kepemimpinan eksekutif Level 5 merupakan perpaduan unik antara pribadi rendah hati dan ambisius.
Mereka dengan alamiah dapat membedakan antara kepribadiannya yang low profile dan gericik arungan ambisi perusahaan dimana ia bekerja. Sebuah perpaduan yang disebut-sebut sebagai Ying Yang Level 5; Personality Humility dan Professional Will.
Langkah #2: Miliki Personal Humility. Personal humility ini semacam pilar bagi bangunan kebesaran jiwa Anda sebagai seorang pemimpin. Anda harus belajar merendah, seperti dasar lautan semakin rendah semakin dalam dan luas. Atau seperti lumba-lumba yang merendah agar dapat melompat setinggi-tingginya.
Jim Collins menjelaskan 4 poin berkenaan dengan personal humility.
1. Demonstrate a compelling modesty, shunning public adulation, and never boastful.Mereka sederhana dan bersahaja, menghindari pujian yang berlebih-lebihan, dan tidak pernah memperlihatkan sifat congkak. Tabiat ini harus menjadi sulur-sulur yang merajut kepribadiannya, bukan sebagai usaha mencitrakan diri kepada publik.
2. Act with quiet, calm determination, relies principally on inspired standards, not inspiring charisma, to motivate.Dan berikutnya, mereka bertindak dengan ketegasan tak terpatahkan namun nuansanya tetap menenangkan. Mereka memotivasi pegawai dengan tolak ukur dan standar-standar yang memantik api inspirasi, tidak memotivasi dengan bergantung pada pancaran karisma pribadi.
3. Channel ambition into the company, not the self; sets up successors for even more greatness in the next generation.Menyalurkan ambisinya kepada perusahaan, bukan untuk diri sendiri; dan oleh karenanya mereka bahkan sudah mempersiapkan penggantinya jauh-jauh hari demi meraih kesuksesan yang lebih besar di masa depan.
4. Looking in the mirror, not out the window, to apportion responsibility for poor result, never blaming other people, external factor, or bad luck.Kepemimpian Eksekutif ditandai dengan kebiasaan "looking in the mirror"; sebuah tradisi instropeksi diri setiap kali hanya mendapatkan hasil kurang memuaskan; rasa tanggung jawab yang mendalam atas kegagalan. Mereka tidak menyalahkan orang lain atau sebab-sebab lain di luar dirinya.
Tradisi seperti ini menjadi semacam mahaguru yang senantiasa memahatkan kebesaran jiwa dan -- tidak kalah pentingnya -- sebagai sistem perbaikian terus menerus atas kepribadiannya. Oleh sebab itu mereka mengalami perkembangan kapasitas jiwanya dari waktu ke waktu.
Langkah #3: Miliki Professional Will. Pada langkah #2 kita telah memahami arti rendah hati bagi kepemimpinan Excecutive, maka langkah ke #3 ini adalah kebalikan darinya: ambisi besar yang menggelombang. Hanya saja ambisi menggedor ini bukan lahir di atas kepentingan pribadi, melainkan sebagai kehendak profesi.
1. Creates superb results, a clear catalyst in the transition from good to great.Jika untuk dirinya sendiri mereka adalah pribadi yang bersahaja, maka ketika berdiri atas nama perusahaan mereka adalah orang-orang yang menciptakan hasil luar biasa. Mereka-lah arsitek sesungguhnya yang mengubah perusahaan dari good menjadi great.
2. Demonstrates unwavering resolve to do whatever must be done to produce the best long-term results, no matter how difficult.Terlihat dari mereka kekuatan tekad tak tergoncangkan oleh apapun demi meraih hasil jangka panjang terbaik; tak peduli seberapa keras usaha yang harus dilakukan. Sifat ini merupakan kebalikan dari semangatnya yang terlihat tenang.
3. Sets the standard of building an enduring great company; will settle for nothing less.Para pemimpin dalam tingkat excecutive ini membangun standar dan mengubahnya menjadi sebuah budaya perusahaan demi berdirinya great company.
4. Look out the window, not in the mirror, to apportion credit for the success of the company -- to other people, external factor, and good luck.Ketika melihat kegagalan mereka melihat ke dalam, maka manakala melihat kesuksesan, para pemimpin level 5 ini melihat ke luar; membandingkan perusahaanya dengan keberhasilan perusahaan-perusahaan lain, dirinya dengan pencapaian orang lain.
Dari keempat poin yang bertentangan tersebut, terlihat jelas bahwa kepemimpinan excecutive atau kepemimpinan level 5 ini hanya terjadi apabila seseorang sudah "selesai" dengan dirinya, keluar dari "dirinya" lalu meleburkan kepentingan yang lebih besar sebagai misinya.
Pencapaian perusahaan tentunya lebih besar daripada pencapaian pribadi. Inilah yang akhirnya memberikan mereka asupan energi untuk berbuat lebih hebat lagi.
0 Response to "Raih Level Kepemimpinan Eksekutif: Menguak Vitalitas Kepemimpinan CEO Sukses"
Post a Comment