Kisah-kisah sukses selalu diawali dengan latar belakang yang sedikit muram. Agaknya garis nasib memang lebih menyukai kesuksesan yang dibangun dari kerikil penderitaan.
Dan ini adalah kisah tentang Karim. Seorang lelaki yang masuk ke big 30; yakni 30% orang yang berhasil mengubah nasib.
Ia bukan tipe orang dengan talenta luar biasa. Bakatnya biasa-biasa saja. Bukan pula tipe manusia yang ber-IQ tinggi. Kecerdasannya berada di level rata-rata.
Yang membedakannya adalah ketekunan. Ia memiliki semacam stamina kuat untuk meraih mimpi-mimpinya. Setelah ketekunan, yang ia punyai adalah kegigihan. Ia tak pernah menyerah melakukan apa saja yang dapat mengembangkan potensi dirinya.
| IKAT PINGGANG TALI RAFIA
Maka saya melihat sosok ini begitu unik. Ketika teman-temannya gembira dengan kendaraan motor atau mobilnya, saya melihat ia berjalan kaki penuh peluh. Tapi ada pancaran semangat dari sorot matanya. Ketika teman-temannya bingung memilih pakaian mana yang harus dikenakannya untuk hari itu, ia bahkan tidak memiliki sebuah ikat pinggang. Saya pernah melihatnya menggunakan tali rapia untuk mengikat celananya yang lusuh itu. Dan pemandangan itu tersimpan rapi di lembaran memori saya.
Mungkin ia adalah sedikit orang yang mengenal istilah "nongkrong." Waktunya dihabiskan untuk belajar. Belajar tekun merupakan gambaran yang pas untuk dirinya. Ia membaca buku, menghabiskan waktu untuk melancarkan bahasa inggrisnya, mengambil kesempatan tampil apabila bisa tampil.
Saya tahu teman-temannya selalu memandangnya rendah. Ia bukanlah orang berbakat berpidato. Namun ia berani berpidato. Ingin melatih diri, katanya. Ia bukan orang yang pandai berdebat, tapi ia hadir dalam diskusi-diskusi ilmiah.
|KEAJAIBAN NASIB
Caranya berbicara, pembawaan dirinya, dan semua gerak geriknya memang tidak mencerminkan bahwa dia orang cerdas ataupun orang kaya. Bahkan mungkin ketika melihatnya melakukan ini itu, kita lah yang malu melihatnya. Karena memang ia tidak berkompeten di bidang itu. Maka semakin rendahlah pandangan orang-orang terhadapnya.
Tapi nasib tidak pernah merendahkan orang-orang seperti itu. Sekali lagi, nasib tidak pernah merendahkan orang-orang seperti itu.
Mahasiswa miskin itu tergerak hati untuk membangun pilar-pilar masa depannya. Semangatlah yang mengisi setiap penjuru jiwanya. Karena itu ia tidak pernah mengeluhkan nasib: ia tidak mengeluh meskipun harus berjalan kaki 2 jam lamanya menuju kampus. Ia tidak mengeluh meskipun sabuk/tali pingganya hanya seutas tali rapia. Ia tidak mengeluh meskipun harus tidur di mushola atau masjid, karena memang tidak ada uang untuk kos.
Ia akan selalu ingat bagaimana ayahnya bekerja keras di sawah sebagai buruh tani demi biaya kuliahnya; bagaimana hutang orang tuanya menumpuk untuk membiayainya. Tidak. Tidak seharipun ia melupakan kerja keras dan keletihan orang tuanya.
Belajar tekun adalah kunci sukses dan tiket satu-satunya menuju perubahan nasib. Maka setelah lulus kuliah ia berjibaku melawan ketidakmungkinan. Ia pernah berjalan seharian demi mendapatkan pekerjaan. Ia pernah diusir karena penampilannya yang memang memilukan. Tapi katanya, ia tak pernah merasa rendah dengan apa yang terjadi pada dirinya.
Dan suatu hari ia mendapati pintu gerbang kesuksesan itu terbuka lebar. Ia juga sudah mempersiapkan peluang ini melalui ketekunan belajar yang tak kenal lelah. Ia sudah memiliki pengalaman melalui berbagai bentuk pelatihan diri. Maka, iapun akhirnya diterima sebagai salah seorang pegawai negeri.
| BELAJAR TEKUN ADALAH KUNCI SUKSES
Tapi mimpinya masih belum selesai. Disela-sela waktu luang, ia masih belajar dengan tekun. Kali ini ia membidik beasiswa S2. Dan ia lebih mudah mendapatkannya. Kalau dahulu ia hanya makan satu kali sehari, kini ia sudah dapat dikatakan berkecukupan. Oleh sebab itu segalanya menjadi lebih mudah. Ia dapat berkonsentrasi dan fokus dalam mengejar mimpi-mimpinya.
Melukis garis nasib memang tak semudah membalikan telapak tangan. Tapi mungkin memang begitulah proses yang harus dialaminya.
Lulus S2 karirnya semakin meningkat. Kehidupan sedikit demi sedikit menyemburatkan cahaya kemenangan. Ia mulai membantu kehidupan orang tuanya yang hidup dalam keprihatinan. Tak ada yang sia-sia dari ketekunannya selama ini. Semua usaha dan keletihan belajar terbayar sudah.
Maka detik itu, semua moment berharga datang. Ada moment begitu mengharukan ketika ia mengajak orang tuanya makan di restaurant mahal. Ia hanya ingin menyenangkan kedua hati orang yang selama ini telah berkorban, banting tulang demi kesuksesannya.
"Ibu, silakan pilih. Mau makan apa?" ia menawarkan...
Dan ketika waktu makan tiba, sang ibu menitikan air mata. Bulir-bulir air matanya jatuh. Dadanya bergemuruh. Bukan karena merasakan bahwa anaknya telah menjadi seseorang. Tapi dengarlah kata Ibu ini.
"Nak, makanan ini mewah sekali," lalu mulutnya tercekat. Ada keharuan menyelimutinya. Jarum jam seolah berhenti berdetak. Keadaan terasa sunyi. Semua masa lalu kembali mendatanginya. Lalu kata ibunya,"... padahal dulu Ibu hanya memberimu makan dari nasi kering..."
Tidak Ibu. Engkau telah memberikan segalanya.
*Tulisan ini untuk sebuah penghormatan kepada seseorang yang telah mengajarkan arti ketekunan, ketabahan, keberanian bermimpi besar, dan ke-rendahhatian di balik semua kesuksesannya.
0 Response to "Belajar Tekun Adalah Kunci Sukses Meraih Masa Depan: Sekeping Keharuan Si Ikat Pinggang Tali Rafia"
Post a Comment